Mengapa tema pembebasan selalu
menjadi perdebatan yang tak kunjung usai dari zaman ke-zaman? Salah satu
jawabannya mungkin karena sampai saat ini masyarakat belum terbebaskan secara
utuh, masih terbelenggu oleh aturan-aturan yang tidak sejalan dengan ruh
demokrasi dan makna kebebasan itu sendiri.
“ Pembebasan ” dianggap mampu
menghilangkan segala bentuk eksploitasi, dominasi, penindasan, ketidakadilan,
dan tindakan-tindakan negative lainnya dalam kehidupan masyarakat. Pada
dasarnya setiap individu selalu ingin membangun masyarakatnya, yang awalnya
hanya tunduk dan patuh pada kondisi dan situasi dengan ke-“ lazim”an. Tapi
zaman terus bergerak maju diiringi tuntutan baru, menjadi masyarakat yang ingin
bersaing, mampu berfikir dan bertindak untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Meminjam ungkapan Paulo Freire: ingin merubah masyarakat kerucut (submerged
society) menjadi masyarakat yang terbuka (open society).
Faktanya mayoritas masyarakat kita masih
berada dalam ke-tundukan dan ke-patuhan yang tidak dilandasi dengan pengetahuan
dan sikap kritis. Sopan – santun yang menjadi karakter masyarakat kita
dipelintir dalam “kotak – kotak bias” dan level – level tertentu tergantung
jabatan, kekuasaan dan kekayaan. Kisi – kisi kehidupan yang terbelenggu oleh
aturan dan tatanan yang jelas tidak akan membebaskan manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial. Pertanyaannya bagaimana merubah paradigma dalam kehidupan
yang cenderung melihat “individu sebagai makanan lezat bagi individu lainnya”?
ditambah lagi dengan minimnya penghargaan terhadap setiap individu agar tetap
dipandang sebagai manusia tanpa embel - embel jabatan, kekuasaan dan kekayaan.
Salah satu langkah untuk meraih
kebebasan yang dianggap sebagai jalan meraih masa depan lebih baik adalah
meng-konstruksi kembali makna diri setiap individu, dan fungsinya ketika
membentuk kehidupan bermasyarakat. Karena masyarakat dibangun oleh individu –
individu yang ada di dalamnya, dan langkah ini dapat membuka gerbang terhadap
tujuan besar umat manusia yaitu masa depan yang lebih baik.
Secara
personal “ Konstruksi-Diri ” mengacu kepada beberapa hal, Yaitu
a. Self
Esteem
self esteem mengacu
pada perasaan umum tentang harga diri atau nilai diri yang dibentuk oleh
hubungan timbal balik antara lingkungan, masyarakat dan diri individu.
b. Self
Efficacy
Self efficacy adalah
kepercayaan pada kapasitas umum seseorang untuk menangani sebuah pekerjaan.
Lebih spesifik mengacu pada kemampuan seseorang untuk melakukan tugas khusus dan
mampu mempertanggung jawabkannya.
c. Self
Concept
self concept adalah
sifat dasar dan pengorganisasian diri seseorang. Self concept dirumuskan dalam
bentuk multi dimensi. Baik aspek fisik, emosi, dan hubungan dengan ruang sosial
yang terangkum dalam dirinya.
d. Self
Confidence
Self confidence adalah kombinasi
dari self esteem dan self efficacy umum. Yaitu individu yang memiliki harga
diri atau nilai diri dan memiliki kemampuan untuk menlakukan tugas khusus dan
mampu mempertanggung jawabkannya. Dengan kata lain individu telah menemukan
dirinya dalam mengarungi kehidupan.
Di
tengah kehidupan yang sudah sangat maju ini cukup layak kita kembali
mempertanyakan kembali makna diri. Dengan tujuan dapat meng-konstruksi masa
depan yang lebih baik.
Konstruksi-Diri
dimulai dari mengenali diri sendiri, tujuan – tujuan yang ingin digapai dan
harapan yang ingin diwujudkan. Setelah itu konstruksi-Diri masuk ke ruang
dinamika sosial, saling ber-interaksi, melebur dan menjadi bagian utuh dalam
membangun kehidupan sosial yang lebih baik. Sebab setiap Konstruksi-Sosial
memiliki karakter-sosial dan budaya yang dibangun oleh individu – individu di dalamnya.
Dari
Konstelasi di atas Self Re-Construction digambarkan dalam karya seni dengan
memadukan beberapa item. Yaitu
a. Pakaian
Pakaian disini menjadi
pengandaian identitas setiap individu. Setiap individu tidak bisa lagi menengok
kebelakang, merubah sesuatu yang telah terjadi dan ditinggalkan oleh waktu. Namun
setiap individu dapat mempertanyakan kembali makna kehadiran dirinya dalam
kehidupan ini, berusaha mencapai tujuan dan berani mewujudkan harapannya dimasa
yang akan datang.
Potongan – potongan kain
kanvas dirangkai ( menggunakan kanvas karena profesi yang kami lakoni sangat
dekat dengan kanvas ) merupakan perwujudan setiap pakaian yang membawa karakter
dan watak tertentu dari setiap manusia. Dan tentunya memiliki tujuan dan
impian.
b. Warna
– warni sentuhan, relasi antar manusia.
Terlepas dari personalisasi
individu, ruang selanjutnya adalah Ruang – Sosial. Ruang dimana setiap Individu
memainkan perannya. Peran yang dimainkan oleh setiap individu selau
bersinggungan dan berinteraksi dengan individu lainnya. Ibarat kata, setiap
individu adalah warna dan warna tersebut dapat tertuang ketika relasi antar
individu tercipta dengan unik.
Dari
pemikiran inilah Barak Seni Stefan, Komunitas Rupa – Rupa dan beberapa teman
lainnya mewujudkan gagasan dengan penggabungan Metode Penciptaan Karya Seni dan
Performance Art. Yang dilaksanakan untuk memeriahkan Festival Kesenian
Yogyakarta XXIV Future of As 2012.