Sabtu, 31 Maret 2012

Gelegar Suara Dari BARAK seni Stefan



Alhamdulillah, puji syukur pada kekuatan yang Absolut. Pada tanggal 27 maret 2012 telah dilaksanakan kegiatan “ Suara dari Barak “ dengan lancar dan damai. Nuansa berbau penolakkan terhadap kenaikkan BBM sudah terasa dari pagi. Persis di timur pintu gerbang terlihat “ Bendera Merah Putih yang terbuat dari “dua dirigen minyak” yang dicat dengan warna merah dan putih terpancang setengah tiang dengan sebatang bambu berwarna hitam. Menurut Stefan Buana, Karyanya ini adalah simbolisasi keprihatinan terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Sang-saka merah putih adalah lambang pemersatu kehidupan ber-negara demi meraih kemerdekaan dan kesejahteraan. Bambu adalah senjata perlawanan rakyat semenjak era kolonialisme. Penyatuan dua aitem ini menjadi gambaran tentang tidak tuntasnya berbagai persoalan yang melanda negeri ini, termasuk “kenaikan harga Minyak” dapat saja meruntuhkan kesejahteraan rakyat dan mencekik nasib mereka. Lalu perjuangan mereka untuk meraih kehidupan yang layak menjadi kelam sehitam tiang bambu tersebut.

Lain lagi dengan “ Becakku mulai meng-hitam” karya Zulfa Hendra. Enam becak berwarna hitam, lima berjejer di depan gerbang dan satu di depan panggung seperti memberi petanda bahwa nasib masyarakat berjalan menuju gerbang keprihatinan. Respon yang sangat “menarik” dari Seniman kawakan ini. Sepatah kata saat dia merancang ide ini “Kehidupan terus berjalan, meski kadangkala terpaan takdir membuat kehidupan itu terasa menyakitkan, becak – becak ini bagaikan “identitas yang tercabik” oleh kehendak tuan – tuan yang bertahta. Mereka sibuk menghitung dan meramalkan keuntungan, padahal kehidupan masyarakat tak pernah sejahtera”.
 Tak terasa hari menjelang siang. Anak – anak dan kawan – kawan partisipan melukis dan pameran bersama membludak. Asmil Umuri, Budi Kurniawan (Jek), Arini-Ijo, Nuna dan Bridie mulai sibuk membagikan peralatan lukis, kertas, cat hitam-putih dan kanvas pada mereka. Di sudut dekat tangga. Harlen Kurniawan dan Danny mulai jepret – jepret sini, sesekali memberikan isyarat bahwa waktu pembukaan semakin dekat.

 
Persis jam 1.00 acara dibuka, suasana berubah menjadi riuh. Canda anak – anak dan kelakar para tamu terdengar di setiap sudut Barak seni Stefan. Kawan – kawan dari berbagai media mulai meliput acara. Bapak Djoko Pekik yang sedang duduk sesekali tersenyum melihat berbagai aktivitas yang terjadi.


Kemudian Buyung Mentari mencuri fokus dengan performance artnya yang berjudul “ Dracula ”, semua mata tertuju padanya, terutama jepretan kamera wartawan. Performance art ini merupakan “kritisi” Buyung terhadap kenaikkan BBM, dua gambar SBY-Budiono ditempeli selang yang berujung pada sebuah Derigen Minyak. Gambaran tentang “penghisapan” terhadap kesejahteraan rakyat. Ucap Buyung. Selanjutnya Buyung membacakan sebuah puisi dengan syair kritis melengkapi aksinya. Setelah aksi Buyung berakhir, dilanjutkan Musik "Saluang" kolaburasi Nike dan Al.

Setelah itu “ Jamming Session” dimulai. Menurut Harlen dan Danny (pelaksana kegiatan), Jamming session merupakan kegiatan santai untuk menghibur kawan – kawan yang sedang melukis bersama. Kawan – kawan dari Etnichtro lebur bersama dengan teman – teman lainnya berkolaburasi memainkan musik.

Sejalan dengan hal itu, rombongan kawan – kawan Sakato Art Community, Jumaldi Alfi dan Friedly Enkel (OFKA) datang, bergabung dengan Kus Indarto yang sedari tadi berbincang – bincang dengan beberapa teman di taman.


Sepeminuman teh berlalu. Kawan “Kbelet Teater” mempersiapkan performance artnya. Satu awaknya berdiri di depan menirukan gaya “pejabat”, lemparan senyumnya menjadi isyarat “ bahwa nasib rakyat bagai parodi bagi para pembuat kebijakkan”. Beberapa awak kelompok ini menyebar, mereka membagikan sesuatu kepada anak – anak dan tamu, lalu tangannya membuat isyarat “diam” di depan mulut. Sungguh “Sarat Makna”. Personilnya yang lain memainkan seruling berkeliling mengitari sudut – sudut barak. Mungkin suara lirih dari tiupan itu adalah “senandung duka” bagi kehidupan masyarakat setelah kenaikkan harga BBM. Atau suara rakyat itu memang selalu sayup – sayup terdengar di telinga para penguasa.
 
Tepat jam setengah empat sore, acara melukis bersama telah usai. Team display yang dikomando oleh kawan Ahmed Zafly bergerak memajang lukisan hasil karya teman – teman. Waktu yang singkat untuk proses ini direspon oleh beberapa kawan, segera turun tangan membantu. Dan proses ini berjalan sesuai dengan waktunya. Sore itu juga MC Ani dan Beng – Beng telah bersiap untuk agenda kegiatan malam yang akan mereka pandu.

Selepas Isya kegiatan kembali dimulai. Mc Ani dan Beng – Beng memandu acara, dimulai dari pembukaan oleh Stefan Buana sebagai tuan rumah. Ada satu hal yang perlu dicermati pada sambutan yang diberikannya. Secara apa adanya dia mengatakan “ mungkin banyak orang mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan ini akan sia – sia”. Tapi baginya yang turut serta ber-Demo menurunkan Soeharto di Boulevard UGM tahun 1998. “ Bahwasanya seperti adagium yang menyatakan, suatu kejahatan itu akan tetap langgeng apabila orang – orang benar hanya mendiamkannya saja. Pepatah lainnya, gigitan seekor semut pasti membuat gelisah, sekalipun seekor kerbau, dan kegiatan ini bagai gigitan seekor semut”. 

Setelah itu dilanjutkan oleh penampilan Musikalisasi Puisi dan Musik oleh Barak Band ( Al dan team ) berkolaburasi dengan pemuda Sembungan ( Kawan Manik dan Kawan Agung ). Kolaburasi ini memadukan tiga unsur alat music dari latar belakang budaya yang berbeda, Pertama, alat musik modern ( Gitar, Bass dan Drum), Kedua, alat musik tradisional jawa ( Gendang dan Saron), Ketiga, alat musik dari Sumatera Barat ( sarunai dan Talempong). Gabungan instrument dari berbagai alat music ini menjadikan suasana malam bertambah hangat, permainan vokal Zulfirmansyah dan Buyung dengan lagu “ Bongkar ” ciptaan Iwan Fals semakin melengkapinya.


Kyai Muhaimin memberikan aspirasi dan supportnya terhadap kegiatan “ Suara dari Barak seni Stefan”. Persoalan sejarah yang di ungkap pak Kyai, menyatakan bahwa “ gerakkan orang muda ” yang positif dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat. Setelah itu beliau memimpin “doa keselamatan bangsa” yang menjadi harapan kita semua.
Prof. Nasir Tamara yang secara spontan berkolaburasi dengan Al, pemusik handal asal Sumatera Barat. Selaras dengan ungkapan Kyai Muhaimin tersebut dalam Orasi Budayanya yang berjudul “Keadilan dan Revolusi“. Penggalan dari Orasi beliau yang penuh semangat “Masyarakat menolak kenaikkan harga BBM yang akan mencekik kesejahteraan hidup mereka. Memang faktanya, harga minyak Indonesia paling murah dibandingkan dengan Negara lainnya. Tapi yang perlu dicatat bahwa Negara lain menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang kehidupan masyarakatnya. Tapi di Indonesia itu belum tercipta. Negara terlalu banyak berhutang, hutang menciptakan berbagai masalah, dan membuat Negara ini hampir bangkrut terjadi pada era Orde Baru. Selanjutnya kebijakkan pemerintah dipengaruhi oleh lembaga atau institusi pemberi hutang tersebut. Kebijakkan yang di hasilkan oleh pemerintah tidak lagi bersandar pada kepentingan Rakyat, tapi pada kepentingan kelompok tertentu yang mengusung Neo-Liberalisme. Ideologinya adalah Negara meminimalkan bantuan kepada rakyatnya, setiap individu harus berusaha, atau bekerja keras untuk mendapatkan kesejahteraannya. Sedangkan Negara tidak berhak untuk ikut campur dan hal ini jauh dari ideologi kita sebagai Bangsa Indonesia yang memiliki falsafah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Dengan memberi gambaran tentang “ Revolusi Iran ”, beliau menggaungkan bahwa kita butuh kekuatan “Moral dan mempertahankan kebudayaan yang menjadi identitas kita” dan menolak penjajahan ekonomi untuk meraih KEADILAN…!
Sebelum orasi yang apik ini, kawan – kawan Sick Culture juga menyuarakan tentang “pincangnya-kehidupan” lewat lirik lagunya yang kritis. Beberapa lagu mereka cukup untuk membuat penonton terdiam dan berfikir lebih tentang keadaan yang harus kita hadapi setelah harga BBM di naikkan.


Sedikit berbeda, Rescue tampil dengan music Rockabily yang bernuansa tahun 30-an membuat suasana semakin menggelegar. Sepatah dua patah kata penolakkan kenaikkan BBM meluncur dari Vokalisnya. Setelah penampilan Rescue Mc menutup acara dengan gaya khas mereka, semakin melengkapi kesemarakkan proses kritis yang damai malam ini.

Tapi ini belum usai, kawan – kawan di bagian “super-sibuk” mempersiapkan aneka makanan yang dikomandoi oleh Ekwan, Afif AF dan Sefa Darsono muncul kepermukaan untuk mempersiapkan jamuan terakhir. Setelah itu semua awak acara duduk berkumpul, bercanda dan bercengkrama, sedikit menghela nafas. Namun jauh di dalam hatinya mereka tersadar meski malam ini “ Menggelegar” tapi ini bukanlah akhir, karena mungkin saja ini adalah langkah awal.

Tentu acara ini dapat terlaksana dengan lancar karena kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Yang mengejutkan kedatangan pihak yang berwajib, seorang Perwira yang didampingi beberapa anak buahnya tanpa pakaian dinas, keramahan dan kesantunannya membuat acara berjalan dengan damai. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. DR Nasir Tamara ( Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia-International), 
    Atas Orasi Budaya " Keadilan dan Revolus"
2. Kyai Ahmed Muhaimin, Atas pencerahannya
3. Bpk Warwick Purser
4. Bpk Djoko Pekik
5. Bpk Zulfa Hendra
6. Sakato Art Community
7. Bpk Jumaldi Alfi
8. Pihak Kepolisian dan TNI yang datang tanpa seragamnya.
9. Bpk Nike
10. Kawan Al, Ucok, Akbar, Jaka, Baginda, Fadil
11. Kawan Harlen Kurniawan, Latief dan Fuad Danar ( Danny )
12. Kawan Dito
13. Kawan Buyung Mentari
14. Kbelet Teater
15. Rescue Band and All Team
16. Sick Culture
17. Etnichtro
18. Barak Band
19. Kawan Nuna dan Arini Ijo
20. Kawan Bridie
21. Mas Agung dan Manik ( Pemuda Sembungan)
22. Kawan Ria dan Priska
23. Masyarakat Sembungan
24. Terima kasih yang sedalam - dalamnya kepada teman - teman yang telah memberikan suportnya
      dan berpartisipasi dalam acara ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu

Terlepas dari semua itu, BARAK seni Stefan meminta maaf kepada kawan - kawan atas segala keterbatasan yang ada. Terutama waktu, sehingga tidak bisa memberikan waktu menampung partisipasi kawan - kawan.

Kami ucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya atas antusiasme dan kedatangan "MASSA PEJUANG" ke BARAK seni Stefan.

Jumat, 23 Maret 2012

"Suara dari Barak Stefan"





Dasar Pemikiran 

“…Daulat rakyat akan mempertahankan asas kerakyatan yang sebenarnya dalam segala susunan: dalam politik, dalam perekonomian dan dalam pergaulan sosial. Bagi kita rakyat itu yang utama, rakyat umum yang mempunyai kedaulatan, kekuasaan (souvereiniteit), karena rakyat itu jantung hati bangsa. Dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat kita….”. Bung Hatta…… (pengantar majalah Daulat Ra’yat edisi pertama September 1931 dalam Restian http://id.shvoong.com)

Pengentasan kemiskinan di Negara ini seakan menjadi merupakan persoalan yang tak kunjung usai, karena besarnya jumlah penduduk miskin dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut data BPS ( Badan Pusat Statistik ) jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang. Penduduk miskin menurut BPS adalah masyarakat yang pengeluran per bulannya sebesar atau kurang dari Rp 233.740 per kapita atau sekitar 0,85 dolar AS per kapita per hari.
BPS juga mencatat, selama tiga tahun terakhir, jumlah penduduk hampir miskin terus bertambah secara konsisten. Pada 2009 jumlah penduduk hampir miskin berjumlah 20,66 juta jiwa atau sikitar 8,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada 2010, jumlahnya bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,88 persen dari total penduduk Indonesia. Total, jumlah penduduk hampir miskin tahun ini menurut data BPS mencapai 27,12 juta jiwa atau sekitar 10,28 persen dari total populasi. Jika ditambahkankan dengan penduduk miskin, jumlahnya hampir mencapai 60 juta orang.
Ukuran masyarakat hampir miskin adalah 1,2 kali dari garis kemiskinan. Jika garis kemiskinan Maret 2011 adalah pengeluaran Rp 233.740 per kapita per bulan, maka yang masyarakat hampir miskin ini pengeluaran per kapita per bulannya di bawah Rp 280.488 atau masih dibawah Rp 10.000 per hari. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/166871).
Angka – angka tersebut masih jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Sebab, standar dasar menentukan “ miskin “  dan  sistem pendataan penduduk yang masih amburadul. Lihat Negara tetangga, Malaysia dan Thailand pada tahun 2010 menerapkan standar untuk kategori orang miskin dengan pendapatan sebesar 2,5 dolar AS per kapita per hari. Standar Bank Dunia sendiri berada pada angka 2 dolar AS per kapita per hari. Sedangkan di Indonesia masih 0,75 dolar AS per kapita per hari. Bagaimana kalau standar tersebut digunakan di Indonesia? Tentu angka kemiskinan membesar dan bukan tidak mungkin mencapai setengah dari total populasi masyarakat Indonesia.
Abdul Ghofur, jurubicara GAPRI menyebut angka kemiskinan versi BPS ini direduksi sekedar pada garis kemiskinan dengan angka-angka anonim yang hanya bermanfaat secara politik dan bukan pada penanggulangan kemiskinan. "Garis itu membuktikan bahwa adanya kegagalan dalam menangkap penyebab kemiskinan yang multidimensi. Dan menghapus kemiskinan jelas bukan pada atributnya, tetapi pada penyebab kemiskinan itu sendiri dengan segala multidimensi yang melingkupinya, (www.waspada.co.id.menggugat-angka-kemiskinan-versi-bps)
Kemiskinan tentu disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah kebijakkan pemerintah yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Kebijakkan yang tidak dilandasi oleh kemauan yang kuat untuk memperjuangkan kehidupan masyarakat menyebabkan tidak tuntasnya pengentasan kemiskinan dan berbagai persoalan lainnya di Negara tercinta ini. Padahal ketika kita menelusuri sejarah perjalanan berdirinya bangsa ini dapat ditarik satu kesimpulan yang tegas, bahwa tujuan “kemerdekaan” untuk mencapai kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Pertanyaan besar bagi kita semua. Apakah “ Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak “ merupakan suatu kebijakkan yang mendahulukan kepentingan rakyat ? Memang kondisi objektif masyarakat dunia saat sekarang ini mengalami fase ketidak-stabilan yang mengakibatkan harga minyak melonjak tinggi di pasar dunia. Kondisi ini membuat Negara – Negara tertentu mengalami defisit dalam anggaran belanja tahunan mereka, karena menggunakan perhitungan dengan standar harga yang lama. Lalu apakah menaikkan harga BBM menjadi satu – satunya solusi untuk mengatasi defisit anggaran tersebut?
Catatan khusus untuk pemerintahan Indonesia. Setelah kemerdekaan, menaikkan harga BBM seperti sudah menjadi tradisi untuk mengatasi defisit anggaran belanja Negara. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, BBM dinaikkan sebanyak 12 kali. Pada masa Presiden Soeharto, BBM naik sebanyak 18 kali. Presiden Habibie 1 kali menaikkan harga BBM. Sementara itu pada masa Gus Dur 1 kali naik dan Presiden Megawati, BBM naik sebanyak 2 kali, ditambah 7 kali penyesuaian harga BBM.
Sedangkan pada masa SBY, termasuk pada April nanti, BBM naik sebanyak 3 kali. Namun yang perlu dicatat, dari sekian periode pemerintahan, pada pemerintah SBY terjadi kebijakan penurunan harga BBM.
Terhitung, sudah tiga kali pemerintahan SBY menurunkan harga BBM. Benang merah yang bisa ditarik dari apa yang terjadi pada pemerintah SBY terkait BBM adalah ada sebuah rasionalisasi harga. Artinya, kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah tidak bersifat mutlak. Pada satu kondisi ekonomi sedang bagus, harga minyak dunia juga bagus, kemungkinan terjadi penurunan harga BBM bersubsidi sangat terbuka lebar. (dalam http://regional.kompasiana.com/2012/03/08/sejarah-kenaikan-bbm/ )
Bersandar pada potensi dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, perihal “ Rasionalisasi Harga “ terkesan jauh dari konstitusi Republik Indonesia yaitu UUD 1945. Dalam hal ini dengan tegas menyebutkan bahwa Negara didirikan dengan tujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Demi mencapai tujuan tersebut, Pasal 33 (2) UUD 1945 mengamanatkan agar seluruh kekayaan Indonesia baik di darat, laut dan angkasa termasuk cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai sepenuhnya oleh Negara, untuk kemudian dikelola dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pertanyaannya, Bagaimana dengan pengelolaan sumber daya alam kita ?, terkait dengan produksi BBM. Apakah sumber daya alam kita tidak mencukupi ? Atau belum dikelola dengan baik ? Sehingga kita tergantung dengan “PASAR“ yang wajahnya seketika bisa berubah menjadi momok “kolonialisme” abad ini.
Sepertinya kenaikkan BBM kali ini tinggal menunggu waktu saja. Namun sebelum usulan pemerintah ini benar – benar disahkan oleh DPR, rentetan persoalan mulai bermunculan. Pertama, Harga sejumlah kebutuhan rumah tangga sudah mulai melonjak. Harga cabai misalnya, Selasa (13/3/2012), kini sudah menembus harga Rp26 ribu per kilogram. Akibat kenaikan ini, selain konsumen, pedagang juga mengeluh karena pendapatan mereka turun hingga 50 persen. Kedua, Penimbunan BBM dan penyelewengan distribusi BBM. Ketiga, Semakin tingginya biaya transportasi. Keempat, Dunia usaha mulai resah, pekerja mulai menuntut kenaikkan upah menyesuaikan harga - harga yang telah merangkak naik. Sedangkan daya saing semakin melemah di tengah dunia usaha yang semakin kompetitif.
Sepertinya berbagai permasalahan di atas, lebih dahulu “Mencuri Start” dan memperlihatkan ketidak-siapan infrastuktur pemerintahan dalam mengantisipasi persoalan yang muncul sebelum keputusan tersebut disahkan.
Lucunya muncul “Trend Baru” dalam meredam gejolak di tengah kehidupan masyarakat akibat kenaikkan BBM. Yaitu, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), atau nama barunya Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Siapa yang tidak suka? Hanya bermodalkan keberanian untuk mengaku  “miskin” dapat uang setiap bulan dan tidak perlu bekerja keras. Beberapa tahun lalu upaya ini mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, meskipun cenderung dianggap sebagai langkah politis. 
Padahal langkah “Naif“ hanya selebrasi yang menjadi hiburan sesaat, jauh dari upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya. Di sisi lainnya dalam kacamata pembangunan “Mental Masyarakat”, pemberian langsung tunai seperti menyemai bibit “Mental Pengemis” dalam kehidupan masyarakat. Tidak mendidik masyarakat untuk ber-swasembada atau mandiri. Husserl ( dalam Supaat I. Latief) menyatakan bahwa pembentukkan mental bersifat intensional. Semakin sering seseorang atau sekelompok masyarakat melakukan suatu tindakan yang di katakan rasional (meskipun terpaksa) akan membentuk kesadaran mentalnya. Dalam persoalan ini, masyarakat yang terpaksa antri untuk menerima bantuan langsung tunai dalam rentang waktu yang panjang dan memiliki intensitas yang cukup akan membentuk “Mental Pengemis” tersebut. Jauh dari ke-mandirian.
Dalam suaramerdeka.com, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menilai, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah pilihan terbaik pemerintah guna mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). "Pemerintah tidak ada pilihan lain untuk menghadapi dampak kenaikan BBM karena untuk memberikan pemberdayaan tidak bisa dirasakan langsung, sedangkan dampak BBM langsung dirasakan," kata Menteri Sosial, Sabtu (3/3), saat menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Tapos, Depok sekaligus memberikan bantuan untuk fakir miskin dan dhuafa di daerah tersebut. Meski demikian, menteri mengakui bahwa BLSM pada dasarnya tidak mendidik masyarakat untuk mandiri.
Pertanyaan besarnya. Bagaimanakah realitas kehidupan yang akan dihadapi oleh masyarakat setelah April mendatang? Pasrah menatap realitas kehidupan masyarakat yang semakin kelam? Ikhlas menerima keadaan dan bertekuk lutut? Atau bangga menjadi pe-nyaksi gejolak sosial yang merujuk pada Anarkisme? Sebab tidak dapat dipungkiri, kenaikkan BBM akan berdampak secara sistematis dan beresiko menciptakan “Kegoncangan Sosial“ dalam kehidupan masyarakat. Kita perlu melihat permasalahan ini secara Komprehensif, agar dapat melakukan tindakan “damai“ yang berfungsi sebagai “Counter” dan “Benteng-spirit”. Berupa perilaku - perilaku bijak dari semua kalangan agar keputusan tersebut tidak meruntuhkan “spirit” dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itulah BARAK seni STEFAN merasa terpanggil, menjadi ruang “SUARA” dari para “Penyaksi dan Pelaku kenyataan”. Meskipun kecil kemungkinan suara – suara tersebut memiliki kekuatan merubah suatu Kebijakkan. Tapi kita harus berbuat…….! Berbuat untuk menemukan Solusi-Aktif pada setiap permasalahan. Semoga hal tersebut menjadi bagian dari upaya lanjutan, menjaga cita – cita suci yang mulai kendur dihantam berbagai kepentingan. Padahal kita semua mengerti, bahwa lontaran mimpi para pendahulu kita adalah serangkaian keberanian, menyusuri titian darah dan air mata untuk menjangkau “ Makna Kemerdekaan” yang sesungguhnya. Supaya realitas kehidupan tidak lagi menjadi beban generasi berikutnya, seperti mimpi buruk dalam otak kita. Dan sesungguhnya, kesejahteraan rakyat merupakan tolak-ukur dari tinggi-rendahnya derajat kita semua….
.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan Pada Hari Selasa, 27 Maret 2012, jam 13.00 - Selesai
Bertempat di BARAK seni STEFAN, Dusun Sembungan, Rt 03 No 53, Bangun jiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Agenda Kegiatan

1.       “Hitam-Putih Negeriku”  Melukis dan Pameran Bersama
2.       Donor Darah “ Darah Untuk Negeriku ”
3.       Doa Keselamatan Bangsa
Kyai Ahmed Muhaimin
4.       Orasi Budaya
Prof. Nasir Tamara dan Romo Sapto
5.       Musikalisasi Puisi, Performance Art dan Music Stage
BARAK Band, Sick Culture, Rescue dan Buyung Mentari

Jumat, 09 Maret 2012

Lagi, Stefan Buana Mempesona Nasir Tamara

Oleh Dio Pamola Candra
( copy right http://sakatoartcommunity.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=40&artid=292)




Sore itu Minggu 5 Februari 2012 lalu tepatnya pukul 16.00 WIB, di kawasan Mondorakan, Kota Gede, Yogyakarta, aku datang menghadiri undangan bapak Nasir Tamara dalam rangka syukuran yang beliau gelar (perihal pak Nasir ini nantilah aku ceritakan). Aku bersama rekan-rekan yang lain tentu senang mengadirinya. Seperti anda ketahui, kalau syukuran itu biasanya pastilah dilengkapi dengan hidangan yang menggugah selera, dengan aroma-aroma yang membuat pintu selera jadi terbuka. Belum lagi makanan pembuka dan penutup, dan pastinya ada prosesi makan-makan pula. Slurp…slurp…, bisalah anda bayangkan suasananya. Siapa juga yang sanggup menolak untuk ajakan kesenangan yang satu ini. Dengan perut yang sengaja aku kosongkan dari tadi siang, tentunya menambah kapasitas kelezatan yang bisa untuk aku nikmati.  

Setibanya di lokasi, terlihat perupa kawakan Stefan Buana sudah berbincang akrab dengan pak Nasir. Dan juga ternyata disana tempatnya adalah sebuah bangunan tua, Rumah Kalang (heritage) yang baru di beli oleh pak Nasir. Rumah tua yang bergaya arsitektur perpaduan peradaban Islam abad pertengahan, Hindu-Budha, dan kolonial  dan bertuliskan angka 1857 tersebut rencananya mau dipugar oleh pak Nasir. Di sana bulu kudukku merinding. Mata ku rasanya tidak sanggup menatap lebih intens sudut demi sudut ruangan itu, lebih-lebih mata hatiku. Semacam ada aura lain. Bangunannya berlumut, atapnya genteng, tiris-tiris dan berumput. Sebagian ada bertopangkan bambu. Beberapa sisi sudah runtuh karena peristiwa gempa 2006 silam. Namun, bangunannya tetap mempesona dan bernuansa antik dan klasik untuk jaman kini. Selain sarat dengan nilai historis, desain bangunan tersebut juga menarik layak untuk disulap menjadi art space

Tidak beberapa saat, aku dan beberapa teman mulai membaur. Ada perupa seperti Stefan Buana, Nasirun, Noor Ibrahim, Erianto, Ahmed Zafli, Yon Indra, Zulfirmansyah, kurator Mikke Susanto dan juga teman-teman pemusik dari ISI Yogyakarta. Mengumbar guyonan sambil tertawa ngakak. Sesekali melirik-lirik, siapa tahu ada “sesuatu”nya Syahrini yang fiew untuk di-siul-i. Biasalah kalau sudah ngumpul-ngumpul seperti itu, mata memang susah dikendalikan. Teman-teman pun mulai memanjangkan tangan mereka untuk menjangkau beberapa hidangan dan pastinya akupun tidak ketinggalan. Eh, ketika lagi asyik minum Ronde, tiba-tiba pengeras suara memanggil nama Stefan Buana untuk naik ke panggung, diminta bernyanyi. Semua pada kaget. Aku bingung, bertanya-tanya. Apa kekagetan itu karena memang sangat ingin mendengarkan Stefan bernyanyi atau hanya karena belum pernah mendengarkan nyanyian Stefan secara oral. Entahlah.

Tapi…..Aku pikir suaranya Stefan itu sama seperti suara Motor Harley Davidsonnya. Besar, berat, memecahkan gendang telinga, menggema tidak karuan, “krutak..krutak..krutak…”. Mungkin jika anda membayangkannya saja anda sudah tidak sanggup. Bukan karena tidak suka, tapi mungkin karena anda belum pernah mendengarkan suara motor klasik favorit amerika itu barangkali. Hahaha…, jika pun anda membayangkan suara Stefan seperti yang saya bayangkan tadi, maka ternyata anda dan saya sama-sama keliru. Terjebak dalam skeptisisme yang dangkal.

Ternyata seorang seniman besar seperti Stefan Buana tidak saja memiliki keliaran ide-ide dan karya-karya yang sarat dengan muatan estetik serta filosofi, tetapi juga memiliki lantunan suara yang merdu. Hal itu terlihat dan terdengar ketika Stefan menaiki pentas untuk menyumbangkan sebuah lagu dari daerah Tanah Rencong. Tampilnya Stefan di atas panggung spontan membuat aku dan tetamu lain menjadi tercengang-cengang, terutama bagi mereka yang terbiasa berkecimpung dan berbaur dalam kafilah seni dan mengenal Stefan sebagai seorang pelukis, bukan sebagai seorang yang bisa bernyayi dengan baik.

Ketercengangan itu tidak saja membuat tetamu menggeleng-gelengkan kepala, senyum liris, berdiri bulu roma, tetapi lebih parahnya ada dari mereka yang bergumam dalam hati. Mengumpat-umpat dengan bahasa daerah masing-masing. Entah apalah yang mereka baca. Sejelas telingaku aku mendengar riuh “Kantuik, suara Stefan bagus juga ternyata”. Seolah tidak percaya dengan apa yang sedang mereka nikmati di atas panggung. Pokoknya  semacam terkesima iya juga, begitu benar hiperbolanya suasana ketika itu.  Mungkin kalau tidak bernada Tenor, Bariton lah.

Tidak saja aku dan mereka yang lain, Pak Nasir sendiri  pun sepertinya juga tidak terima kalau dirinya tidak mengetahui kelebihan itu dari Stefan. Hal ini membuat pak Nasir tambah terpesona dan membuat hasrat untuk menggali kisah Stefan sudah melebihi ubun-ubun. Pasalnya, sudah sejak lama pak Nasir memantau Stefan dan baru kali ini mengetahui kelebihan dan keceriaan seperti itu. Mungkin ada sesuatu yang lain yang menginspirasi pak Nasir,  dan lagi pula dalam beberapa bulan belakangan ini beliau sedang intens mendalami riwayat perjalanan hidup Stefan Buana untuk dituangkannya dalam bentuk yang masih dirahasiakan.

Sebelum tulisanku ini mulai ngelantur kemana-mana, akibat efek keterpanaan beberapa hari lalu itu yang makin menjadi-jadi, ada sesuatu yang belum aku lupa. Perihal Pak Nasir Tamara yang aku ceritakan tadi. Beliau adalah seorang Profesor Antropologi, ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia International, dan juga Guru Besar di UGM. Selain itu beliau juga seorang penulis. Buku Revolusi Iran pada tahun 1979 adalah salah satu dari karya emas Pak Nasir. Sebatas lembaran ingatanku, beliau ini mendapat peranan dalam revolusi tersebut. Hal itu tergambar dari kedekatan beliau dengan Ayatullah Komeini pada sebuah diskusi dalam satu penerbangan yang sama. Seperti anda ketahui, Komeini adalah tokoh revolusioner Iran. Namun demikian, perihal pak Nasir, tidak banyak detail yang bisa aku ceritakan dalam kesempatan ini (lain kali lah aku ceritakan lagi). Mungkin ada baiknya juga anda membaca buku-buku pak Nasir agar bisa mengetahui tentang beliau dan pemikirannya lebih dalam lewat tulisan.

Sudahlah, aku rasa penjelasan subjektif ini cukup memberikan impresi anda terhadap Stefan Buana.  Sepertinya juga saat aku menuliskan cerita ini rasanya sudah larut tengah malam. Aku juga  tidak mendengar lagi suara jangkrik-jangkrik yang biasanya menemani itu. Hujan pun tidak, angin pun juga tidak. Tidak ada bulan. Begitu juga bintang-bintang. (*)